WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 17 Oktober 2013

mencintai rasulullah

MENGAPA KITA MESTI MENCINTAI RASULULLAH ?

1
Oleh : Husein Shahab

“YA RASULULLAH, sungguh engkau lebih kucintai daripada diriku dan anakku,“ kata seorang sahabat suatu hari kepada Rasulullah Muhammad SAW.“ Apabila aku berada dirumah, lalu kemudian teringat kepadamu, maka aku tak akan tahan meredam rasa rinduku sampai aku datang dan memandang wajahmu. Tapi apabila aku teringat pada mati, aku merasa sangat sedih, karena aku tahu bahwa engkau pasti akan masuk ke dalam surga dan berkumpul bersama nabi-nabi yang lain. Sementara aku apabila ditakdirkan masuk ke dalam surga, aku khawatir tak akan bisa lagi melihat wajahmu, karena derajatku jauh lebih rendah dari derajatmu.”
Mendengar kata-kata sahabat yang demikian mengharukan hati itu, Nabi tidak memberi sembarang jawaban sampai malaikat Jibril turun dan membawa firman Allah berikut :
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah; yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, syuhada dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS. 4:69)
Cinta kepada Nabi seperti yang dapat kita simpulkan dari riwayat di atas memiliki implikasi yang sangat luas, baik secara teologis, psikologis dan sosiologis bahkan secara eskatologis sekalipun. Dalam sebuah hadis,  Nabi pernah bersabda bahwa keimanan seseorang harus diukur dengan barometer cintanya kepada Nabinya. La yu’minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min nafsihi…” Tidak beriman seseorang sehingga aku (Nabi) lebih ia cintai ketimbang dirinya sendiri…”
Mencintai Rasulullah menjadi sebuah keharusan dalam iman. Ia menjadi prinsip, bukan opsi atau pilihan yang notabenenya adalah mau atau tidak. Sesorang Muslim harus menyimpan rasa cinta kepada Nabinya, seberapapun kecilnya. Idealnya ia mencintainya lebih dari segala sesuatu yang ia miliki, bahkan dirinya dan itulah pada hakikatnya iman yang paling sempurna. Cinta memang duduk sebagai sebuah landasan untuk mengetahui siapa Muhammad SAW. Karena itu cinta akan menjadi sebagai pengantar yang membawa kita bisa mengenalnya lalu kemudian mencerminkan diri padanya. Untuk mengenal Muhammad memang kita harus memulai dengan membaca riwayat hidupnya. Data-data historis tentang Muhammad pasti menyimpan pelajaran-pelajaran yang sangat berharga. Namun yang harus kita ingat bersama adalah jangan mengukur kesalehan Muhammad hanya lewat deskripsi historis semata-mata. Sebab data-data historis tersebut tidak lebih dari sebuah deskripsi lahiriah yang kurang sarat dengan substansi “keilahian” Muhammad SAW. Sementara keagungannya justru ada pada maqam keilahiannya yang sangat tinggi seperti yang sering kita dengar dalam sebuah doa tentangnya, “wa ib’atshu maqamam mahmudalladzi wa’adtahu…”
Ketinggian maqam Muhammad tentu bukan hal yang mudah untuk diketahui. Bahkan hampir-hampir mustahil. Namun dengan melihat hadis berikut mungkin saja bisa mengantar kita untuk sedikit mengetahui siapa itu Muhammad lewat lisannya sendiri.
Nabi SAW bersabda “Aku adalah Ahmad tanpa mim (m)”. Ahmad tanpa mim (m) akan berarti ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Muhammad pada hakekatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mim adalah jembatan yang menghubungkan para Kekasih Allah dengan Sang Kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain Muhammad adalah mediator antara makhluk dengan Allah SWT. Dialah mazhar al-Haq atau tempat kebenaran dan realitas Allah menampak di dunia ini. Dialah “Zahirnya Allah di tengah makhluk-makhluk-Nya. Dialah aktivitas Allah yang dapat dilihat manusia dengan matanya, karena Allah SWT sendiri tak dapat dilihat . Iqbal berkata, Duhai Rasul Allah Dengan Allah aku berbicara melalui tabirmu Denganmu tidak, Dialah Batinku,  Dikaulah Zahirku.
Menurut Iqbal, Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang  “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’(yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni  yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”
Bukankah setiap kali kita mencintai sesuatu maka kita akan mencari tahu segala hal yang berkaitan dengannya. Bahkan mungkin kita ingin menghadirkannya selalu dalam liku-liku hidup kita. Bila anda mencintai Imam Khomeini, misalnya, maka untuk cinta itu anda akan melakukan banyak hal seperti menyimpan posternya, buku-bukunya, artikel-artikel yang ditulis tentangnya bahkan mungkin namanya. Cinta memang laksana air mengalir yang memindahkan seluruh sifat dan karakter si kekasih kepada kita yang mencintainya.
Manfaat Cinta kepada Nabi Muhammad
Ketika Allah mewajibkan umat manusia untuk mencintai Nabi Muhammad SAW, maka instruksi tersebut jelas bukan sebuah perintah tanpa tujuan. Karena mustahil Allah akan memerintahkan sesuatu yang sia-sia. Tetapi tujuan tersebut juga bukan sesuatu yang kepentingannya akan kembali kepada Allah atau Rasul-Nya, karena Allah SWT Mahakaya dari butuh pada sesuatu, dan Rasul-Nya juga tidak butuh pada interest tertentu. Dengan demikian mencintai Rasulullah adalah sebuah perintah yang manfaatnya semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri. Lalu, apa manfaat dari mencintai Rasulullah ?
Ada manfaat yang instant dan ada juga yang jangka panjang. Diantara manfaat yang segera kan kita rasakan adalah terpautnya hati ini pada pribadi Muhammad SAW. Apabila kita jujur dalam mencintai Muhammad, maka hati kita akan merindukan Muhammad; sama persis seperti tokoh kita diatas merindukan Rasulullah. Bedanya adalah dia bisa mengobati rindunya dengan mendatangi Muhammad secara langsung. Sementara kita mengobati rindu dengan hanya menyebut-nyebut namanya. “Barang siapa mencintai sesuatu maka dia akan menyebut-nyebutnya.”  Kata Imam’Ali bin Abi Thalib kw.
Apabila kita jujur dalam mencintai Muhammad, maka jiwa kita akan terbentuk dan tercermin pada jiwa Muhammad SAW. “Bukti cinta adalah mendahulukan sang kekasih di atas selainnya,” begitu kata Imam Ja’far Ash-Shadiq.
Apabila kita jujur mencintai Muhammad, maka kita akan berupaya mencari tahu segala sesuatu tentang dirinya; kehidupan pribadinya, kehidupannya dalam keluarga, dengan sesama saudara, dengan lingkungannya, dan lain sebagainya. Apabila kita ingin mengetahui sejarah Muhammad dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadi manusia yang agung ini, hendaklah diawali dengan rasa cinta terlebih dahulu. Apabila sudah tertanam rasa cinta, maka akan timbul sikap sungguh-sungguh untuk mengetahuinya secara akurat dan mendalam. Pengetahuan yang tidak dilandasi pada dasar cinta akan berakibat rancu, setengah-setengah dan kurang sempurna. Dari situ kita akan mengetahui mengapa Allah SWT mewajibkan kita untuk mencintai Muhammad SAW, bahkan sebelum kita mengetahuinya sekalipun.
Di antara manfaat jangka panjang dari rasa cinta kita pada Muhammad SAW adalah seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat yang kita kutip di atas; bahwa dia kelak akan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang saleh. Bahkan dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda :

Cinta padaku dan cinta pada Ahli Baitku
akan membawa manfaat di tujuh tempat
yang sangat mengerikan : di saat wafat, di
dalam kubur, ketika dibangkitkan, ketika
pembagian buku-buku catatan amal, di
saat hisab, di saat penimbangan amal-amal
dan di saat penitian shirat al-mustaqim
Cinta Murni dan Cinta Semu
Ada dua jenis kategori cinta. Pertama, cinta yang berakhir dengan kebosanan. Untuk ini kita sebut saja dengan cinta semu. Kita cinta pada dunia, harta, anak-istri dan sebagainya. Cinta kita pada mereka tidak selamanya meluap-luap bak api membara. Ada saatnya cinta kita redup, bahkan kadang-kadang mati sama seklai. Kita mencintai nak kandung kita. Tapi apabila tiba-tiba dia durhaka pada orangtua, maka cinta bisa berbalik murka. Kita cinta pada dunia kita, yang halal tentunya. Tapi kadang-kadang timbul kebosanan sedemikian rupa sehingga kita meninggalkannya secara total. Cinta seperti ini adalah cinta semu, sebuah cinta yang berakhir pada kebosanan.
Kedua, cinta murni. Jenis cinta ini adalah cinta yang senantiasa hangat dan membara. Dengan cinta itu dia mengejar kekasihnya, melakukan sesuatu karena kekasihnya, bahkan mau mati semata-mata karena kekasihnya. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak pernah bosan dan berakhir. Cinta murni adalah sebuah cinta yang terbit untuk Allah SWT. Imam Ali berkata : “Cinta pada Allah adalah api yang membakar segala sesuatu yang dilewatinya.” Karena cinta pada Allah, maka orang-orang mukmin mau mati di jalan-Nya. Cinta pada Allah memang bisa membakar setiap usaha yang menghalanginya.
Imam Al-Shadiq berdoa : Ya Sayyidi, aku lapar dan tidak pernah kenyang dari mencintai-Mu; aku haus dan tidak pernah puas dari mencintai-Mu. Oh… betapa rindunya pada Dia. Yang melihatku tapi aku tidak melihat-Nya…
Tentu cinta pada Allah adalah sejenis cinta murni. Tidak terselubung di dalamnya rasa benci, enggan dan murka. Cinta pada Allah adalah cinta pada kemutlakan; cinta yang tidak bertepi dan tidak berujung. Tapi bagaimana dengan cinta pada Muhammad SAW ?  apakah cinta kepada Muhammad yang diwajibkan Allah kepada kita adalah sejenis cinta semu atau cinta murni. Nabi SAW bersabda :
“Cintailah Allah karena nikmat yang telah dianugerahkan-Nya pada kalian, cintailah aku karena cinta Allah (padaku) dan cintailah Ahli Baitku karena cintaku pada mereka”.
Dalam hadis yang lain beliau bersabda :
“Tidak beriman seorang hamba sehingga aku lebih ia cintai daripada dirinya sendiri dan itrah (keluarga)-ku lebih ia cintai ketimbang keluarganya…”.
Melihat hadis ini dan hadis-hadis sejenis yang lain terasa bahwa tuntutan untuk mencintai Muhammad dan keluarganya bukan sejenis cinta semu yang kapan pun boleh hilang atau dihilangkan. Secara vertikal, ketika kita mencintai mereka sebenarnya kita juga mencintai Allah dan ketika kita membenci mereka kita pun membenci Allah.
Imam Ali bin Abi Thalib kw berkata :
“Sesungguhnya agama Allah tidak akan bisa dikenali dari pribadi-pribadi, tetapi akan dapat dikenali dari tanda-tanda kebenarannya. Kenalilah kebenaran maka engkau akan mengetahui siapa penganutnya.”
(Bihar Al-Anwar, jus 68 hal.120)

Selasa, 08 Oktober 2013

MENCINTAI ALLAH LEBIH DARI SIAPAPUN


Segala puji bagi Rahmat Allah Swt yang selalu di tuangkan kepada kita hambanya, yang kita selalu mengharapkan ampunan dan mengharapkan selalu berbuat baik hanya untuk Allah Swt, saudaraku kamu muslimin yang di muliakan Allah Swt, kita di anjurkan untuk saling menyayangi karena Allah Swt, saling membagi karena Allah, saling menasehati karena Allah semua kita niatkan buat Allah Swt,
Allah Swt berfirman : Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). ( Al Baqarah 165 )

Kaum muslimin yang di cintai Allah Swt, alangkah penuh dengan kenikmatan hidup kita di dunia ini kalau kita, tanpa iri dan dengki dan semua penyakit hati yang bisa menjauhkan kita dari cinta kita karena Allah Swt, semua kita serahkan kepada Allah karena Allah Swt sangat menyenangi saudara sesama muslim yang saling lemah lembut dan menjunjung tinggi agama Allah dan tali persaudaraan agama islam yang sangat kental.
Allah Swt Berfirman : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.( Al Maai’dah 54 )

Nabi Muhammad Saw menasehati dan sangat menganjurkan kepada kita bahwa kita harus mencintai Allah dan Rosulnya lebih dari siapapun, oleh karena itu kita harus sesama muslim saling mencintai karena Allah dan Rosulnya, saling tegur sapa dan seyum terhadap saudara muslim hanya karena Allah, tidak boleh kita hanya baik karena hartanya, karena jabatannya, semua itu akan menimbulkan murka Allah Swt.
Saudara-saudaku yang ku cintai karena Allah, jalan yang terbaik, jalan yang mulia, contoh yang terbaik adalah apa yang yang telah di bawa oleh baginda Nabi Muhammad saw, dengan mencontohkan kepada kita bagaimana cara mencintai samuanya karena Allah dan benci pun karena Allah swt bukan karena hawa nafsu.
Allah Swt berfirman : Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ( Al ‘Imran 31 )

Dari ayat ini jelas Allah memerintahkan kita untuk mencontoh dan mengikuti Nabi Muhammad Saw, kalau memang betul-betul kita mencitai Allah Swt

Alhabib Abdullah bib Husin bin Thohir berkata : Asas dari semua kebaikan adalah mengikuti ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw, artinya mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rosululah Saw, alangkah nikmatnya kita ummat islam yang Allah Swt muliakan kita dengan seorang Nabi yang sangat mulia, seorang Nabi yang mencintai semua karena Allah Swt, seorang Nabi yang akan menyelamatkan kita nanti di hadapan Allah Swt,
Ya Allah mudahkan hati dan jiwa ini untuk selalu cinta kepada mu dan cinta kepada Nabi mu yang sangat mulia, dan mudahkan kami sesama muslim untuk saling mencintai karena mu Ya Allah, damai karena mu Ya Allah. Amin Amin YA Robbal A’lamin

Selasa, 01 Oktober 2013

cinta nabi

Cara membuktikan cinta kita kepada nabi Muhammad s.a.wCara membuktikan cinta kita kepada nabi Muhammad s.a.w
DIkirim oleh epondok di Februari 14, 2011
Rate This
Setelah nyata kepada kita kewajipan menyintai dan mengasihi Nabi Muhammad SAW berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqli yang jelas, marilah pula kita cuba membincangkan tanda dan bukti kasih dan kecintaan seseorang terhadap baginda . Deklarasi cinta yang tidak disusuli dengan pembuktian amali tentu sahaja masih belum mencukupi untuk membentuk cinta sejati.Bukti yang paling mudah dilihat, seseorang yang benar-benar mengasihi kekasihnya, akan mengutamakan insan yang dikasihinya daripada dirinya sendiri dan kehendak peribadinya. Jika tidak mencapai tahap ini hubungan tersebut belum layak dinamakan kasih sejati yang ikhlas-murni, tetapi baru sekadar dakwaan semata-mata.
Keutamaan mentaati dan mengutamakan orang yang dikasihi ini jelas dapat dilihat dalam ungkapan seorang pencinta Allah SWT dan NabiNya SAW yang tidak asing lagi, Rabi’ah al Adawiyyah dalam syairnya: “Sesungguhnya seorang kekasih itu akan taat-patuh kepada yang dikasihinya.”
Selain memiliki semangat di atas, orang-orang yang benar-benar mengasihi Nabi SAW harus terdapat pada dirinya bukti dan tanda berikut:
1. Menjunjung agama Nabinya, mengamalkan Sunnahnya, menurut perkataan dan perbuatannya dalam setiap keadaan, melaksanakan suruhannya dan menjauhi larangannya. Dia juga mengamalkan adab-adab kehidupan Rasulullah SAW dalam segala keadaan, sama ada ketika susah atau pun senang, ketika gembira atau pun sedih. Ikatan antara ‘kasih’ dan ‘taat’ ini terlihat jelas dalam firman Allah SWT: “Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah akan mengasihi kamu.” (ali ‘Imran: 31)
Namun semangat semata-mata tidak memadai jika tidak berpaksikan di atas ilmu yang kukuh. Lebih-lebih lagi pada zaman fitnah ini, kegagalan seseorang itu mengenal mana satu Sunnah dan bidaah akan memungkinkan terjebak ke dalam lubuk bidaah yang dianggap sebagai Sunnah. Akhirnya Sunnah dipinggirkan dan bidaah ditegakkan.
Orang yang tersemat di dalam hatinya kasih yang sejati terhadap Rasulullah SAW juga, tidak akan mempedulikan kemarahan manusia lain dalam usahanya mentaati Allah SWT dan Rasul SAW.
2. Sudah menjadi adat dan lumrah berkasih, seorang kekasih akan sering menyebut dan mengingati kekasihnya. Justeru, apabila hati seseorang itu telah mengisytiharkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW, maka lidahnya akan sering menyebut nama Kekasihnya SAW dan kotak fikirannya akan sentiasa mengingati Baginda SAW.
Selaku umat Muhammad SAW, kita amat bertuah kerana telah diajar berselawat ke atas kekasih kita Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Maka kita beruntung kerana dapat beribadah dengan menyebut, memuji dan berselawat kepada insan yang paling kita cintai dengan membaca ayat-ayat al-Quran yang memuji Nabi SAW serta lafaz selawat yang diajar sendiri oleh Baginda SAW.
Kita juga dididik oleh Nabi SAW dan ulama pewaris Baginda SAW menghormati hari dan bulan kebesaran Islam seperti Maulid al-Rasul SAW dan Isra’ Mikraj dengan mengisinya dengan pelbagai amalan yang kesemuanya ada kaitan dengan Nabi SAW dalam kerangka ubudiah kepada Allah SWT. Walaupun ada segelintir di kalangan orang Islam sendiri mencurigai bacaan dan amalan-amalan ini.
Menghayati dan memperjuangkan agama seiring dengan berkasih-sayang dengan Nabi SAW dirasakan begitu indah dan menyegarkan. Sebaliknya tanpa dimensi ini, menghayati agama boleh terasa gersang dan membebankan serta cenderung membentuk jiwa keagamaan yang keras dan kasar.
3. Orang yang mengasihi Nabi SAW akan sentiasa berasa rindu untuk bertemu dengan Baginda SAW; untuk melihat zatnya di alam yang kekal abadi kelak, atau sekurang-kurangnya jika dapat menatap kelibat wajahnya yang mulia barang seketika dalam mimpi-mimpi mereka. Sudah pasti setiap kekasih sangat merindui untuk bersua dan menatap wajah kekasihnya.
Kerinduan sebeginilah yang dapat kita rasakan jika kita menyorot kehidupan generasi sahabat. Misalnya, kita dapat turut berkongsi keriangan dan kegembiraan Abu Musa al Asy’ari r.a dan rombongan kaumnya dari Yaman yang berkunjung ke Madinah.
Mereka mempercepatkan langkah dan begitu girang untuk menemui Rasulullah sambil mendendangkan syair kegembiraan: “Esok kita akan bertemu dengan para kekasih kita, Muhammad dan sahabat-sahabatnya!” Setibanya mereka di Madinah dan Masjid Nabi, mereka terus menghadap dan memuliakan Nabi SAW. (riwayat Al-Baihaqi)
4. Seseorang yang mengasihi Baginda SAW juga akan membesarkan diri dan suruhan Baginda termasuk memuliakannya ketika menyebut namanya. Malah ada yang sehingga menunjukkan rasa rendah dan hina diri ketika mendengar nama Baginda SAW disebut di hadapan mereka.
Berkata Ishaq al-Tujibi r.a, sahabat-sahabat Nabi SAW selepas kewafatan Baginda SAW tidak akan menyebut nama Baginda SAW melainkan mereka akan merendahkan diri dan menggigil serta menangis kerana diselubungi perasaan rindu yang dalam akibat berpisah dengannya.
Hal ini sangat berbeza dengan sesetengah mereka yang mengaku sebagai ahli agama pada zaman kita yang tidak mahu membesarkan dan menobatkan keistimewaan Nabi Muhammad SAW tetapi hanya menumpukan kepada risalahnya dan sunnah yang dibawa olehnya. Seolah-olah Nabi SAW hanyalah berperanan seumpama posmen penghantar surat atau orang suruhan bawahan!
Sedangkan apabila seseorang makhluk itu mempunyai sifat-sifat istimewa tersebut, maka sifat-sifat itu hanya sekadar yang bersesuaian dengan kemanusiaannya yang diciptakan terbatas dan diperolehi dengan izin, kurniaan dan kehendak-Nya.
Mengasihi Nabi SAW
Ada juga sesetengah mereka yang menolak penggunaan gelaran Sayyidina bagi Nabi SAW sedangkan Nabi SAW lebih daripada layak mendapat gelaran tersebut tetapi dalam masa yang sama mereka bebas menggunakan pelbagai gelaran dalam kehidupan mereka.
5. Orang yang mengasihi Nabi SAW juga sepatutnya akan mengasihi orang yang dikasihi oleh Nabi SAW terutamanya nasab keturunannya dari kalangan ahli-ahli bait dan sahabat-sahabatnya yang terdiri daripada kaum Muhajirin dan Ansar.
Mereka juga akan memusuhi orang yang memusuhi mereka dan membenci orang yang membenci mereka dan keturunan mereka.
Hakikatnya, sesiapa yang mengasihi seseorang, dia akan mengasihi semua perkara yang disukai oleh orang yang dikasihinya.
Ini ialah sirah para Salaf al-Salih; mereka akan mengasihi segala yang dikasihi oleh Rasulullah SAW sehinggakan terhadap perkara-perkara yang sekadar diharuskan dan digemari oleh nafsu (yang tidak diharamkan oleh syarak).
Anas ibn Malik r.a misalnya, setelah melihat Rasulullah SAW mencari-cari labu di dalam dulang ketika sedang menikmati makanan, maka semenjak hari itu dia turut sentiasa suka kepada labu.
6. Orang yang mengasihi Nabi SAW akan membenci apa yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, menjauhi orang yang menyalahi Sunnahnya, melakukan perkara bidaah dalam agamanya dan memandang berat setiap perkara yang bercanggah dengan syariatnya.
Allah SWT menjelaskan: Engkau tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, tergamak berkasih mesra dengan orang-orang yang menentang (perintah) Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang yang menentang itu ialah bapa-bapa mereka, atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka, ataupun keluarga mereka. (al-Mujadalah: 22)
“Mereka” yang dimaksudkan di dalam ayat di atas ialah para sahabat Baginda SAW yang telah membunuh orang yang mereka kasihi dan juga bapa-bapa mereka yang ingkar dan kafir semata-mata mengharapkan keredaan Allah. Ibnu Abbas RA menyatakan, di antara sahabat Baginda SAW yang dimaksudkan di dalam ayat itu ialah Abu Ubaidah al-Jarrah.
Beliau sanggup membunuh bapanya dalam peperangan Uhud manakala Saidina Abu Bakar r.a sanggup berlawan satu lawan satu dengan anaknya sebelum memulakan peperangan Badar, tetapi dihalang oleh Rasulullah SAW. Inilah antara bukti cinta yang tidak berbelah-bagi terhadap Baginda SAW.
7. Orang yang benar-benar mencintai Nabi SAW juga pasti akan kasih terhadap al-Quran yang diutuskan kepada Rasulullah SAW yang dengannya manusia mendapat petunjuk. Mereka akan mengikut jejak Baginda SAW yang menjiwai al-Quran dan berakhlak dengannya seperti yang ditegaskan oleh Ummul Mukminin, Aisyah r.ha dalam katanya, “Akhlak Baginda SAW adalah al- Quran itu sendiri”.
Mengasihi al-Quran bererti membacanya, beramal dengannya, memahaminya, menjunjung suruhan dan meninggalkan larangannya.
8. Tanda kasih terhadap Nabi SAW juga ialah berasa kasih dan belas terhadap umatnya dengan memberi nasihat kepada mereka, berusaha melakukan kebaikan dan menghapuskan kemudaratan daripada mereka.
Inilah sebahagian daripada bukti dan tanda yang harus ada pada para pencinta Nabi SAW. Oleh itu marilah kita bersama-sama memuhasabah diri, adakah kita ini pencinta sejati atau pendakwa semata-mata?
Tepuk dada, tanyalah iman. Semoga Allah SWT mengurniakan kita semua kesempurnaan kecintaan kepada Rasulullah SAW!